Minggu, 02 Februari 2014

Analisis Makna Perkawinan Menurut Perspektif Barat, Adat dan Agama

Oleh: Nur Rachmansyah

Pendahuluan
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan.[1]
Beberapa pandangan dalam pergaulan sehari-hari dipersepsi bahwa perkawinan itu untuk memuaskan syahwat atau hasrat seksuil. Persepsi demikian tidaklah sepenuhnya benar, karena pemuasan nafsu seksuil itu dapat dipuaskan di luar perkawinan. Beberapa kebudayaan secara diam-diam atau resmi terbuka memberikan kesempatan pemuasan ini. Ada juga suatu negara yang memberlakukan ikatan rumah tangga yang hanya mendasarkan pada undang-undang negara saja atau hanya dengan cukup mencatatkan di catatan sipil.[2]
Masyarakat barat meski menganggap persetubuhan di luar nikah dianggap melanggar moral, namun kebudayaannya merangsang dan memberikan kesempatan untuk itu. Gejala ini muncul juga di Indonesia dengan semakin tumbuhnya tempat-tempat panti pijat, peristirahatn dlsb yang secara tidak resmi dapat dimanfaatkan sebagai prasarana pemuasan hasrat seksuil di luar nikah.
Dengan adanya kemungkinan pemuasan seksuil diluar perkawinan, sah atau tidak, ditentang atau dibiarkan, haram atau halal, jelas bahwa pemuasan hasrat seksuil bukan merupakan fungsi utama perkawinan. Ini merupakan fungsi kedua, fungsi utamanya ialah fungsi sosial. Hal ini ditunjukkan kuatnya tuntutan bagi pasangan perkawinan agar senantiasa hidup bersama, diakui dan disetujui umum. Pasangan tersebut dituntut dapat saling bekerja sama bahkan dengan kerabat lainnya dalam membina rumahtangganya. Mereka diharapkan untuk melahirkan anak, mengakuinya, merawat dan mengasuhnya. Selain itu juga dituntut untuk mempertahankan ikatan perkawinan selama hidup.[3]

A.    Makna Pekawinan Menurut Barat (Amerika Serikat)
Pernikahan adalah sebuah kontrak hukum sanksi antara seorang pria dan seorang wanita. Memasuki kontrak pernikahan mengubah status hukum dari kedua belah pihak, suami dan istri memberikan hak dan kewajiban baru. Kebijakan publik yang sangat mendukung pernikahan berdasarkan pada keyakinan bahwa ia mempertahankan keutuhan keluarga. Secara tradisional, pernikahan telah dilihat sebagai penting untuk pelestarian moral dan peradaban. Prinsip tradisional atas mana lembaga pernikahan didirikan adalah bahwa suami memiliki kewajiban untuk mendukung seorang istri, dan bahwa istri memiliki tugas untuk melayani. Di masa lalu, ini berarti bahwa suami berkewajiban untuk menyediakan rumah aman, untuk membayar kebutuhan seperti makanan dan pakaian, dan tinggal di rumah. Kewajiban Seorang istri secara tradisional mensyaratkan menjaga rumah, tinggal di rumah, melakukan hubungan seksual dengan suaminya, dan membesarkan anak-anak pasangan itu. Perubahan dalam masyarakat telah memodifikasi peran perkawinan ke tingkat yang cukup sebagai perempuan menikah telah bergabung tenaga kerja dalam jumlah besar, dan laki-laki lebih menikah telah menjadi lebih terlibat dalam pengasuhan anak.[4]
Individu yang berusaha untuk mengubah hak dan kewajiban perkawinan diijinkan untuk melakukannya hanya dalam batas-batas hukum yang ditentukan. Perjanjian yg berhubungan dgn masa sebelum perkawinan dimasukkan ke dalam sebelum menikah, dalam kontemplasi dari hubungan pernikahan. Biasanya perjanjian ini melibatkan hak milik dan istilah-istilah yang akan berlaku jika pernikahan pasangan berakhir dalam perceraian. Perjanjian pemisahan yang masuk ke dalam pernikahan sebelum dimulainya tindakan untuk perpisahan atau perceraian. Perjanjian ini prihatin dengan Dukungan Anak, kunjungan, dan pemeliharaan sementara pasangan. Hukum yang mengatur perjanjian ini umumnya berkaitan dengan melindungi setiap pernikahan untuk alasan sosial, apakah pihak menginginkannya atau tidak. Para ahli menyarankan bahwa pasangan harus mencoba untuk mengatasi kesulitan mereka sendiri karena yang lebih efisien dan efektif daripada menempatkan masalah mereka sebelum pengadilan.[5]
Di Amerika Serikat, pernikahan diatur oleh negara. Pada suatu waktu, kebanyakan negara diakui umum-UU Perkawinan, yang dibuat oleh kesepakatan para pihak untuk menjadi suami dan istri. Dalam pengaturan tersebut, tidak ada surat nikah diperlukan atau sebuah upacara pernikahan yang diperlukan. Para pihak secara hukum menikah ketika mereka setuju untuk menikah dan kemudian hidup bersama, publik memegang sendiri keluar sebagai suami dan istri. Kebijakan publik di balik pengakuan umum-hukum perkawinan adalah untuk melindungi harapan para pihak, jika mereka hidup sebagai suami dan istri dalam segala hal kecuali bahwa mereka tidak pernah berpartisipasi dalam sebuah upacara resmi. Dengan menjunjung tinggi pernikahan common-hukum sebagai sah, anak-anak yang disahkan, pasangan hidup berhak untuk menerima tunjangan Jaminan Sosial, dan keluarga berhak untuk mewarisi harta tanpa adanya wasiat. Alasan-alasan kebijakan publik telah menurun secara signifikan. Kebanyakan negara telah menghapuskan umum-hukum perkawinan, sebagian besar karena komplikasi hukum yang muncul mengenai properti dan warisan.[6]
Mahkamah Agung AS telah menyatakan bahwa negara-negara yang diizinkan untuk cukup mengatur pernikahan dengan resep yang dapat menikah dan cara di mana pernikahan dapat dibubarkan. Negara dapat memberikan suatu Pencabutan atau perceraian pada istilah yang mereka menyimpulkan yang tepat, karena tidak ada yang memiliki hak konstitusional untuk tetap menikah. Ada hak untuk menikah, namun, yang tidak dapat disangkal santai. Negara-negara dilarang dari benar-benar melarang pernikahan tanpa adanya alasan yang sah. Mahkamah Agung AS, misalnya, diterapkan hukum di negara-negara selatan yang melarang perkawinan ras campuran. Ketetapan antimiscegenation yang dianggap inkonstitusional dalam kasus tahun 1967 Mencintai v Virginia, 388 US 1, 87 S. Ct. 1817, 18 L. Ed. 2d 1010, karena mereka melanggar Perlindungan Equal hukum.[7]
Di sisi lain, Pengadilan memutuskan pada tahun 1878 bahwa pernikahan poligami yaitu, memiliki lebih dari satu pasangan secara bersamaan adalah ilegal. Persyaratan bahwa pernikahan melibatkan seorang pria dan seorang wanita yang dianggap penting untuk peradaban Barat dan Amerika Serikat di Reynolds Amerika Serikat v, 98 US 145, 25 L. Ed. 244. Hakim Ketua morrison r. waite, menulis untuk pengadilan bulat, menyimpulkan bahwa sebuah negara (dalam kasus, Utah) mungkin Poligami melarang untuk semua orang, terlepas dari apakah itu adalah kewajiban agama, sebagai Mormon mengklaim itu. Semua negara membatasi orang untuk satu suami atau istri yang hidup pada suatu waktu dan tidak akan mengeluarkan surat nikah kepada siapapun yang memiliki pasangan hidup. Setelah seseorang menikah, orang tersebut harus dibebaskan secara hukum dari pasangan nya dengan kematian, perceraian, atau pembatalan sebelum ia secara hukum dapat menikah lagi. Orang yang masuk ke dalam pernikahan kedua tanpa hukum melarutkan pernikahan pertama mungkin akan dikenakan biaya dengan kejahatan bigami.

B.     Perkawinan Menurut Adat
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya sangat multi etnis, berbagai budaya dan suku didalamnya sehingga menimbulkan suatu aturan atau hukum yang berbeda pula. Pluralisme demikian yang menyebabkan negara Indonesia mengadopsi berbagai produk hukum sebagaimana kita ketahui bahwa system hukum yang berlaku di Indonesia adalah system hukum yang majemuk yaitu hukum adat, Islam dan Barat (kontinental). Mungkin dari ketiga hukum tersebut dipandang representative dalam menegakkan keadilan dan menjawab persoalan-persoalan yang sangat kompleks untuk konteks sekarang dan yang akan datang.[8]
Dibawah ini kami akan lebih khusus menulis tentang hukum perkawinan adat dan macam-macamnya, asas-asas, sistem hukum adat, tujuan hukum adat, adat pertunangan serta permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam hukum adat seperti perceraian dan sebagainya. Semoga dalam pembahasan makalah ini dapat memberikan kontribusi pada pemikiran hukum perkawinan pada umumnya dan hukum perkawinan adat pada khususnya.[9]

Makna Pekawinan
Perkawinan adalah suatu peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat kita; sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing. Dalam masyarakat adat perkawinan merupakan bagian peristiwa yang sakral sehingga dalam pelaksanaannya harus ada keterlibatan arwah nenek moyang untuk dimintai do’a restu agar hidupnya kelak jadi keluarga yang bahagia. Sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[10]
Hukum adat sendiri adalah hukum yang menjadi kebiasaan masyarakat yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara yang satu dengan yang lain dan terdapat sanksi didalamnya biasanya berupa moral. Hukum adat telah lama berlaku di tanah air kita adapun kapan mulai berlakunya tidak dapat ditentukan secara pasti, tapi dapat diperkirakan hukum tersebut berkembang sudah lama dan tertua umurnya sebelum tahun 1927 keadaanya masih biasa saja dan apa adanya.
Dari uraian bahwa hukum perkawinan adat adalah kebiasaan atau tingkah laku masyarakat adat dalam melakukan upacara perkawinan yang kemudian kebiasaan tersebut dijadikan hukum positif yang tidak tertulis dan hanya berlaku dalam masyarakat tertentu dan mempunyai sangsi didalamnya.[11]

Tujuan Perkawinan
Seperti apa yang disinggung dalam pengertian bahwa dalam masyarakat adat, perkawinan tersebut mempunyai tujuan tersendiri baik secara umum maupun khusus. Secara umum mempunyai tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, tentram dan sejahtera, secara khusus dengan berbagai ritual-ritualnya dan sesajen-sesajen atau persyaratan-persyaratan yang melengkapi upacara tersebut akan mendukung lancarnya proses upacara baik jangka pendek maupun panjang namun pada akhirnya mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mendapatkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera dan keluarga yang utuh.[12]


C.    Makna Perkawinan Menurut Islam
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah SAW, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.[13]
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat. Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat "ijab dan qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, Yadullahi fawqa aydihim.[14]
Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho" atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai "Mitsaqon gholizho". Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai. Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya:
"Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat "Mitsaqon gholizho" (Q.S An-Nisaa : 21)[15]
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman:
“Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Ruum : 21).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat kerida’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan. Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat:[16]
“tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian.” (An-Nisaa: 34-35)
Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ali-Imran : 19).
“Artinya: Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqaan : 74)


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan
[2]http://www.sekolahkehidupan.com/new/index.php?option=com_content&task=view&id=405&Itemid=50
[3] Ibid
[4] http://legal-dictionary.thefreedictionary.com/marriage
[5] Ibid.
[6] est's Encyclopedia of American Law, edition 2. Copyright 2008 The Gale Group, Inc. All rights reserved.
[7] Ibid
[8] http://kabunvillage.blogspot.com/2011/12/hukum-perkawinan-adat.html
[9] Ibid
[10] Bushar, Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 2000. Hlm 40
[11] http://kabunvillage.blogspot.com/2011/12/hukum-perkawinan-adat.html
[12] Ibid.
[13] http://koswara.wordpress.com/2007/07/01/konsep-pernikahan-dalam-islam/
[14] http://www.suaramedia.com/artikel/14-kumpulan-artikel/850-pengertian-pernikahan-dalam-islam.html
[15] Ibid
[16] Op.cit koswara.wordpress